Jumat, 18 Desember 2015

MENGGALI DAN MENGEMBANGKAN KECERDASAN DENGAN TEORI KECERDASAN MAJEMUK




Secerdas apakah diri kita ?


Jawabannya mungkin terdapat pada rangking atau peringkat kelas seperti yang tertera pada raport untuk anak sekolah. Atau nilai IPK untuk mahasiswa. Atau peringkat juara pada setiap lomba.


Apa benar ?


Tapi setelah ujian nasional malah susah membuktikan kecerdasan kita. Tapi setelah wisuda malah susah tes cari kerja atau tes cpns. Tapi setelah ikut pertandingan lain malah susah menjadi juara.


Sekarang mari kita koreksi kecerdasan kita berdasarkan Teori kecerdasan majemuk Gardner.
Menurut Teori kecerdasan majemuk Gardner ada delapan kecerdasan yaitu sebagai berikut :

1.     Kecerdasan Linguistik
Kemampuan untuk menggunakan kata-kata baik secara lisan maupun tertulis seperti yang dilakukan para presenter, orator, sastrawan, jurnalis dan lain-lain.

2.     Kecerdasan matematis-logis
Kemampuan menggunakan angka dan penalaran secara logis seperti yang dilakukan para akuntan, ahli matematika, ilmuwan, peneliti, programer dan lain lain.

3.     Kecerdasan Spasial
Kemampuan membuat visualisasi secara akurat bentuk, bangun, ruang dan warna. seperti para pematung, arsitek, pilot dan lain-lain.

4.     Kecerdasan Kinestetis
Kemahiran dalam menggunakan anggota tubuh seperti para penari, atlet, aktor dan lain lain.

5.     Kecerdasan Musikal
Kemampuan yang berhubungan dengan bunyi nada atau suara seperti para pemusik, penyanyi, pencipta lagu dan lain-lain.

6.     Kecerdasan Interpersonal
Kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain seperti para negosiator, politikus, diplomat, tenaga pemasaran dan lain lain.

7.     Kecerdasan Intrapersonal
Kemampuan untuk memahami diri sendiri sebagaimana para konsultan,  rohaniwan, psikologi, pendidik dan lain-lain.

8.     Kecerdasan Naturalis
Kemampuan yang berhubungan dengan alam seperti pencinta alam, aktivis lingkungan, peneliti dan lain-lain.

Teori kecerdasan majemuk menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki ke delapan kecerdasan tersebut akan tetapi setiap orang akan berbeda-beda, diantara ke delapan kecerdasan tersebut ada yang lebih dominan atau menonjol dibanding kecerdasan lainnya. jadi seseorang seumpama tidak pandai matematika bukan berarti dia bodoh akan tetapi kecerdasan matematisnya kurang dan kemungkinan dia mempunyai kecerdasan musikal yang bisa dibanggakan atau kecerdasan lainnya.

Jadi silakan koreksi kecerdasan kita. Kecerdasan apa saja yang menonjol pada diri kita dan kecerdasan apa saja yang masih kurang. Kalau kita ingin mengembangkannya maka dengan cara belajar dan berlatih dengan rajin dan giat. Seperti kata pepatah "rajin pangkal pandai" dan "bisa karena terbiasa".

Selasa, 08 Desember 2015

Fenomena Dakwah di Era Modern

Kali ini blogger minta ijin memberanikan diri mengangkat tema tentang fenomena dakwah..
Baru-baru ini sama sama kita lihat pada tayangan pemberitaan media televisi bermunculannya masalah masalah yang dihadapi para ustadz ustadz kondang televisi mengenai prahara rumah tangga maupun masalah sosial lainnya yang pada waktu sebelumnya juga banyak menimpa para ustadz kondang televisi.
Pemberitaan tersebut juga menjadi kondang karena hampir setiap waktu mengisi rubrik pemberitaan di media televisi.
Sungguh memprihatinkan memang menjabat sebagai status ustadz menjadi publik pigur dan juga secara umum di mata masyarakat membawa citra agama.
Baiklah!.. mari kita kembali ke tema tentang fenomena dakwah itu sendiri.
Apa saja fenomena dakwah yang memprihatinkan tersebut?
Dakwah sebagai tontonan
Dakwah seharusnya sebagai tuntunan, dan bukan sebagai tontonan. Dai yang tampil menjadi tontonan memang akhirnya diminati, terutama oleh mereka yang hanya ingin mencari hiburan karena bisa ketawa ketiwi.
Dakwah berfungsi sebagai tuntunan. seorang dai harus menjadi suri teladan bagi obyek dakwahnya, memiliki akhlaqul karimah yang menghiasi hari harinya, sehingga antara ucapan dan perbuatannya seiring dan sejalan.
Ketika semangat dakwah sudah dimiliki bagi seorang dai untuk menuntun umat, maka sebelum dakwah itu disampaikan seorang dai sudah mengerjakan apa yang akan disampaikannya  kepada orang lain.
Dakwah sebagai profesi
Dakwah adalah kewajiban, bukan profesi.
Jadi dakwah sifatnya harus berlangsung setiap saat, dimanapun dan kapanpun. Seorang dai berdakwah bukan hanya diatas podium, tapi dirumah, pasar, jalan, kantor, majelis, pokoknya dimana saja. Setidaknya dia berdakwah dengan perilakunya.
Akan tetapi jika dakwah sebagai profesi maka seorang dai berdakwah hanya pada waktu dan " jam kerja" dakwah yang di pesan. Setelah itu selesai dan tak lagi memiliki kewajiban apapun di luar itu.
Dakwah untuk mencari keuntungan
Fenomena selanjutnya dakwah dijadikan bisnis untuk meraup keuntungan pribadi. Besarnya keuntungan dunia yang bisa didapatkan di zaman sekarang dengan jalan dakwah membuat pendakwah mengubah orientasi agung dakwah menjadi ajang mencari keuntungan seperti meminta tarif bayaran dakwah yang tinggi atau dengan modus pengobatan alternatif dengan biaya mahal.
Dakwah yang diperdagangkan tidak akan membekas dihati umat, tidak akan membawa keberkahan, tidak akan membawa perubahan.
Sangat berbeda jauh memang dengan dakwah yang dilakukan seorang dai di pelosok-pelosok desa. Mereka rela menempuh jarak yang jauh ke desa lainnya tanpa dijemput/ diganti biaya transport dan tanpa mengharap bayaran dakwah yang menguntungkan. Bahkan seorang dai rela menjadikan rumahnya yang kecil untuk menampung warga yang ingin belajar bahkan sekaligus memberi jamuan ala kadarnya kepada mereka tanpa ada unsur mencari keuntungan. Dakwah mereka dilandasi ke ikhlasan, bukan urusan untung rugi perniagaan atau bisnis.
Dakwah adalah kewajiban dan tuntunan yang penuh perjuangan dan pengorbanan, serta semata-mata hanya ingin mendapatkan keridhaan Allah SWT.
Sabda Nabi " Sampaikanlah dari KU (Rasullullah) walau hanya satu ayat" (HR. Bukhari).
Tetapi apa yang akan disampaikan harus benar-benar mengerti, memahaminya dan menguasainya serta mengamalkan dan mempraktikannya dalam sendi sendi kehidupan sehari hari. Jadi dakwah bukan sekehendak hati, yang penting orang senang, dan mendapatkan bayaran yang tinggi.

Senin, 07 Desember 2015

KENAPA DO’A YANG DIPANJATKAN TIDAK TERKABUL





Suatu ketika Ibrahim bin Adham berjalan-jalan di kota Bashrah dari menyusuri lorong yang sepi sampai melintasi kota yang ramai. Lalu Ibrahim bin Adham bertemu dengan penduduk kota, karena sudah mengenal baik penduduk kota mengucapkan salam dengan penuh hormat. Sebaliknya Ibrahim bin Adham lantas membalasnya dengan penuh takzim.

Sesaat kemudian Ibrahim bin Adham mau melanjutkan perjalanan, tapi penduduk kota itu mencegah jalan Ibrahim bin Adham dan seketika melontarkan pertanyaan yang selama ini membuat mereka dihinggapi rasa bingung, tidak habis mengerti lantaran tak menemukan sebuah jawaban yang bisa menentramkan hati.

“Wahai Ibrahim bin Adham mengapa do’a kami tidak dikabulkan lagi, bukankah Allah berfirman “apabila hamba-hamba Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo’a kepada Ku.....” (QS. Al-Baqarah: 186).

“Wahai penduduk kota Bashrah hal itu disebabkan hati kalian telah mati oleh 10 hal.  Jika sudah demikian halnya bagaimana mungkin Allah akan mengabulkan do’a kalian?” jawab Ibrahim bin Adham.

Penduduk kota Bashrah hanya terdiam.  Tak terbesit dalam benak mereka jika Ibrahim bin Adham menjawab dengan jawaban yang masih butuh penjelasan.  Maklum penduduk kota Bashrah  tidak tahu 10 hal itu. Sejenak kemudian penduduk kota Bashrah berpikir mencari tahu 10 hal yang dimaksud Ibrahim bin Adham tersebut, tetapi setelah berpikir tak juga menemukan jawaban. Mereka pun pada akhirnya tidak sungkan lagi untuk bertanya kepada Ibrahim bin Adham.

“Wahai Ibrahim bin Adham kami tidak tahu apa 10 hal itu, apa sekiranya ke 10 hal yang bisa menghalangi do’a kami tersebut?”.

Lalu jawab Ibrahim bin Adham “10 hal yang menghambat do’a kalian itu antara lain :”
1.       Kalian telah mengenal Allah, tapi tidak menunaikan hak NYA.
2.       Kalian telah membaca Al-Quran, tetapi tidak mengamalkan isinya.
3.       Kalian mengaku cinta kepada Rasulullah SAW, tetapi meninggalkan sunnah-nya
4.       Kalian mengaku benci kepada setan, tetapi mematuhi ajakannya.
5.       Kalian mengaku ingin masuk surga, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat-nya.
6.    Kalian ingin selamat dari api neraka, tetapi kalian justru menjerumuskan diri ke dalamnya.
7.  Kalian meyakini kematian itu sesuatu yang pasti, tetapi kalian tidak pernah mempersiapkan diri menghadapi nya.
8.       Kalian sibuk mengurusi keburukan orang, tetapi mengabaikan keburukan sendiri.
9.       Setiap waktu kalian mengubur orang mati, tetapi setiap kali itu pula kalian tak pernah merenunginya.
10.   Kalian menikmati nikmat Allah, tetapi tidak pernah pula mensyukurinya.

Penduduk kota Bashrah pun terpaku diam.  Akhirnya mereka tahu kenapa do’a yang dipanjatkan bisa terhalang.

Kisah diatas itu pun bisa menjawab pertanyaan kita semua ketika bertanya “kenapa bisa do’a yang selama ini kita panjatkan tidak pernah mendapat jawaban?”.

Janji Allah itu pasti, maka mustahil jika do’a kita tak terjawab kalau bukan karena kita sendiri yang salah.

BAGAIMANA MENGELOLA RASA CEMBURU DENGAN PASANGAN



Mengelola Rasa Cemburu Dengan Garam

Rasa cemburu sulit dihindari, juga tidak mudah dikelola.  Namun kalau tak ada rasa cemburu ibarat sayur tanpa garam (terasa hambar), dengan rasa cemburu bisa membuat hubungan menjadi lebih mesra, mkarenakitkan gairah,  merasa masing masing pihak ekstra istimewa.
Rasa cemburu yang terukur dan disampaikan dengan cara cara tepat ibarat sayur pas garamnya akan membuat pasangan anda merasa diperhatikan seperti ungkapan rasa cemburu dengan sentuhan sentuhan yang memberi pesan bahwa anda takut kehilangan pasangan anda.
Tapi sebaliknya cemburu yang membabi buta ibarat sayur terlalu banyak garam akan membuat pasangan anda merasa dicurigai, tidak dipercaya, dikekang, dibatasi ruang geraknya dan anda terlalu  ingin mendominasi, yang semua itu merupakan bentuk cerminan hasrat posesif.
Rasa cemburu bisa muncul karena Sikap dan perbuatan pasangan dengan orang lain, sebagai contoh ketika pasangan anda berjalan, berboncengan berduaan dengan orang lain.  Bisa juga karena pasangan tidak memperhatikan hak-hak pasanganya. Seperti yang melanda banyak orang di era serba digital seperti sekarang ini, yang memunculkan istilah, “yang jauh semakin dekat, yang dekat menjadi jauh.” Misal, istri yang lebih mengutamakan sms, BBM pria lain daripada memanfaatkan waktu memperhatikan suaminya. Atau suami yang lebih suka memilih membangunkan wanita lain untuk tahajud dan sahur daripada memperhatikan istrinya, atau suami lebih memilih mengirim sms nasihat agama pada wanita yang bukan istrinya. Atau Seorang isteri yang dilanda masalah bukan curhat kepada suami malah curhat lebih intens kepada pria lain di media sosialnya.  Apakah ini merupakan cemburu yang tepat para sahabat blogger?.  Mari kita coba awali jawaban dari dalam lubuk hati kita masing-masing yang paling terdalam.  
Jawabannya mungkin Ya !,  walaupun mungkin bagi sebagian orang biasa, bukan masalah, tapi tidak bagi orang beriman.  Karena pasangan melakukan pelanggaran syariat, coba kita lihat sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits berikut :
Sa’ad bin Ubadah RA berkata: “Seandainya aku melihat seorang pria bersama istriku, niscaya aku akan menebas pria itu dengan pedang.  Nabi saw bersabda: “Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa`ad ? Sungguh aku lebih cemburu dari pada Sa`ad dan Allah lebih cemburu daripadaku”. (HR Bukhari Muslim).
Barangsiapa mengabaikan sifat cemburu yang bisa lebih menguatkan hubungan cinta di antara suami isteri, maka ia hidup dengan hati yang rusak dan melenceng dari fitrahnya.  Sabda Nabi SAW : “ sesungguhnya Allah tidak melihat kepada ad-dayyut pada hari kiamat, dan tidak akan memasukkannya kedalam surga” (HR Ahmad). 
Apakah yang dinamakan Dayyuts itu..?.  
Dayyuts adalah, seorang suami yang tidak memiliki sifat cemburu dan membiarkan isterinya berbuat maksiat.

Islam telah mengatur sedemikian rupa bagaimana interaksi antar lawan jenis, sekalipun di dunia maya. Islam melarang berdua-duaan karena yang ketiganya adalah setan.  Islam pun mengajarkan interaksi pria wanita hanya dalam tiga hal, pengobatan, pendidikan dan jual beli. Itupun masih lebih afdhal dilakukan sesama jenis, kecuali sikon tak memungkinkan.  Firman Allah SWT dalam QS An Nur: 30 untuk laki-laki dan QS An Nur : 31 untuk wanita, karena laki-laki memandang wanita harus menunduk, begitu juga sebaliknya. Jadi bukan berteman akrab.  Berdosa laki-laki ngobrol sama perempuan, dan sebaliknya.
QS An Nur: 30 "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui yang mereka perbuat"
QS An Nur:31 "Dan Katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra putra mereka, atau putra putra suami mereka, atau saudara saudara laki laki mereka, atau putra putra saudara laki laki mereka, atau putra putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama islama) mereka...."
Sikap yang wajar dalam cemburu akan membawa dampak positif, terpeliharanya harga diri, kehormatan dan tercapainya kehidupan yang berbahagia. Sikap pertengahan dalam menyikapi rasa cemburu, artinya ia menjauh dari berprasangka buruk, tidak mencari-cari satu perkara secara mendetail bila tidak perlu, menghindari sikap tergesa dalam menerima berita yang sengaja dihembuskan oleh orang yang mempunyai niat buruk tanpa menyaringnya, berhati-hati terhadap perkara yang dikhawatirkan membahayakan, dan menjaga diri dari perilaku yang merusak. Jika hal itu dapat dipenuhi, maka itulah keutamaan yang sebenarnya. Sebaliknya, apabila tidak, maka akan membawa malapetaka bagi kehidupan rumah tangga.  Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain". (Al Hujurat/49:12).  Betapa berbahayanya bila cemburu buta terjadi. Tak lagi si pencemburu buta takut pada Allah. Tak peduli lagi ia pada dosa. Tak malu ia melakukan tindakan apa saja, sekalipun menyebarkan aibnya sendiri. Hawa nafsu yang terus diperturutkan dapat melupakan banyak hal, termasuk kehormatan diri dan keluarganya.
Sejatinya ada dua jenis cemburu, yaitu cemburu yang Allah sukai dan yang tidak Allah sukai. Rasulullah bersabda: “Rasa cemburu ada yang disukai Allah dan ada pula yang tidak disukai-Nya. Kecemburuan yang disukai Allah adalah yang disertai alasan yang benar. Sedangkan yang dibenci ialah yang tidak disertai alasan yang benar (cemburu buta).” (HR. Abu Daud).
Cemburu, sebuah rasa yang Allah hadirkan sebagai suatu bentuk ujian pada manusia.  Sama seperti cinta, sakit, dan luka. Dan yang namanya perasaan pasti berada di bawah kendali manusia. Memilih untuk diikuti, berarti cemburu yang menguasai kita, atau memilih untuk dikelola yang berarti cemburu berada di bawah kekuasaan kita.
Jadi cemburu sesungguhnya adalah perasaan yang dianugerahkan Allah. Wajar bahkan wajib dimiliki untuk alasan yang dibenarkan. Ini berarti cemburu harus dikelola sedemikian rupa agar proporsional dan tidak mengotori hati, apalagi mengarah pada pelanggaran syariat. Pada perilaku dosa dan mendatangkan murka Allah.
Berikut ini ada beberapa tips untuk mengelola rasa cemburu :
1.   Jangan langsung marah apabila mulai ada rasa curiga terhadap pasangan Anda. Terus telusuri hingga mencapai titik temu yang dapat dibuktikan kebenarannya. Memilih sabar dalam mengendalikan cemburu karena  sesungguhnya sabar adalah penolong dan memiliki pahala tanpa batas
2.  Berterus terang kepada pasangan bahwa Anda sedang dilanda api cemburu dan mintailah penjelasan darinya. Jika Anda sudah mengenal pasangan Anda dengan sangat baik, maka Anda dapat membedakan bagaimana saat ia berkata jujur dan bagaimana saat ia sedang berbohong.
3.  Dekati atau bertemanlah dengan orang yang dicemburui. Meskipun ini merupakan hal yang cukup berat, tapi setidaknya dengan jalan seperti ini Anda akan lebih mudah mengetahui sebatas apa hubungan dia dengan pasangan Anda. Jika dalam batas yang wajar seperti rekan kerja dan semacamnya janganlah menyimpan rasa cemburu tersebut secara berkelanjutan.
4. Berusahalah memberikan rasa saling percaya kepada pasangan Anda. Disinilah dibutuhkan kedewasaan dalam diri masing-masing agar terjalinnya rasa kepercayaan satu sama lain.
5.   Berusaha untuk setia. Sebagai orang yang pencemburu, tentunya Anda juga harus bisa membatasi pergaulan dengan lawan jenis sebagaimana yang Anda harapkan dari pasangan Anda agar bersifat adil dan tidak egois.
6.  Mengalihkan rasa cemburu dengan akal dan iman terhadap hal-hal yang lebih berguna seperti menghadiri pengajian, menekuni hobi, dan sejenisnya daripada memelihara dan menumpuk-numpuk rasa cemburu dalam hati. Perbanyaklah berdzikir untuk menenangkan hati. Sibukkan diri dengan membaca Al-Quran, dan kalimah dzikrullah.
7.  Introspeksi diri. Bisa jadi, pasangan Anda beralih pandangan karena ada suatu atau beberapa hal dalam diri Anda yang tidak disukainya. Jika memang ada, ubahlah diri Anda agar dia tetap melirik Anda sebagai satu-satunya cinta yang ada di dalam hatinya.
Semoga kita bisa menambahkan garam dalam sayuran sesuai dan tepat dengan selera bersama pasangan kita.  Amin..
Saya mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan ini, saya akui itu adalah murni dari saya sebagai manusia biasa, namun jika benar semuanya hanyalah datang dari ALLAh SWT.

Kamis, 26 November 2015

CERITA TENTANG MENJAGA HARGA DIRI SEBAGAI KEHORMATAN SEORANG MUSLIM




Suatu hari datang kehadapan khalifah Umar seorang pembunuh dengan maksud menyerahkan dirinya untuk diadili, karena telah membunuh seorang muslim.  Pengadilan pun digelar untuk menentukan hukuman yang akan dijatuhkan.  Setelah itu si pembunuh tersebut akhirnya mendapat vonis hukuman qisas.

Sebelum hukuman dilaksanakan, khalifah Umar bertanya kepada terhukum apa permintaan terakhirnya?

“Ijinkan saya pulang kekampung halaman saya. Saya hendak berpamitan kepada  seluruh keluarga saya serta membayar hutang-hutang saya”, kata terhukum.

Khalifah Umar mengabulkan permohonan terhukum karena masuk akal dan bisa diterima secara hukum.  Namun, karena kampung halaman terhukum letaknya cukup jauh, maka untuk meyakinkan dan memastikan dia harus mempunyai seorang penjamin yang akan menggantikan posisinya, yaitu di qisas, di khawatirkan nantinya kalau saja sampai si terhukum melarikan diri.

Lelaki terhukum pun bingung, “siapa yang akan menggantikan diri saya sebagai penjamin, sebab saya tidak mempunyai satu kelurgapun dikota ini” pikirnya dalam hati.  

Dengan pandangan sedih, dia menatap kerumunan orang yang hadir disitu. Sesaat tidak ada suara. Dan suasana pun menjadi hening seketika.  Namun tidak lama kemudian, keluarlah seorang lelaki paruh baya dari kerumunan orang.  Lelaki itu sudah tidak asing lagi di mata para hadirin, dia adalah Abu Dzar Al Gifari, salah satu sahabat Rasul.

“Saya siap jadi penjamin” kata Abu Dzar Al Gifari memecah keheningan suasana.  Kemudian Abu Dzar Al Gifari menandatangani surat perjanjian penjaminan.  Baru setelah itu, terhukum diperbolehkan pulang kampung selama tujuh hari.

Namun apa yang terjadi kemudian.....? Waktu berganti waktu, siang berganti malam, malam berganti siang, hari berganti hari, Sampailah pada hari yang telah ditentukan, akan tetapi terhukum belum juga tiba.  Orang-orang mulai panik dan ramai. Bahkan banyak yang menangis terisak-isak melihat Abu Dzar Al Gifari yang sama sekali tidak bersalah terlentang di papan eksekusi, siap dipenggal lehernya sebagai penjamin.  Sungguh amat disayangkan memang.  Semua mata menunduk.  Sementara banyak suara yang menghujat lelaki terhukum, sebagai orang yang tidak memiliki harga diri.  Suasanapun menjadi riuh tidak terkenali.

“ tunggu !!,” tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan. Nampak seorang lelaki berjalan sempoyongan dengan baju lusuh bercampur keringat debu.  Ternyata si terhukum.  Karena terhukum sudah datang maka Abu Dzar Al Gifari kemudian dibebaskan.

Hakim kemudian bertanya kepada terhukum, “mengapa kamu kembali ke madinah, padahal kamu dapat melarikan diri sejauh-jauhnya ?, Toh sudah ada orang yang menjadi penjaminmu ?”.

“ Benar saya bisa melarikan diri dan bebas dari hukuman, tetapi saya malu jika nanti tercatat dalam sejarah islam bahwa pernah ada seorang muslim ingkar janji untuk kepentingan dirinya, dan tidak mau menjaga harga diri sebagai muslim yang bertanggungjawab “. jawab lelaki itu.

Dalam kesempatan itu tidak ketinggalan hadir tiga anggota keluarga korban.  Awalnya mereka geram dan gembira bahwa pembunuh itu akan dihukum, namun setelah mendengar pengakuan yang tulus dari si terhukum, mereka menarik kembali tuntutannya kepada dewan hakim, mereka menyatakan “kami anggota keluarga dari korban telah memaafkan orang ini”.  Dan dewan hakimpun mengabulkannya.  Dan tentu saja Si terhukum pun menerimanya dengan sangat gembira karena bebas dari hukuman qisas.
 
Hakim kemudian bertanya kepada mereka “ mengapa kalian mencabut tuntutan hukuman orang ini, dan dengan mudah memaafkannya, padahal ia telah membunuh saudaramu ?”.

“ Tuan hakim sebagai muslim, kami punya harga diri. Kami malu jika  nanti dalam sejarah islam ada kejadian seorang muslim yang tidak mau memaafkan kesalahan saudaranya sesama muslim “, jawab mereka.

Sekarang giliran hakim bertanya kepada Abu Dzar Al Ghifari. “ Wahai Abu Dzar, mengapa engkau mau menjadi penjamin lelaki terhukum ini ?, Padahal engkau tidak mengenal sama sekali dan dia juga bukan keluargamu yang patut ditolong “.

“ Karena saya punya harga diri sebagai muslim, saya malu jika nanti sejarah islam mencatat ada seorang muslim yang sedang dalam kesulitan meminta jaminan tetapi tidak ada yang mau menolongnya “, jawab Abu Dzar Al Ghifari.

Maha besar Allah.  Begitulah muslim sejati.  Muslim yang menjunjung tinggi harga dirinya.  Muslim yang malu jika ada saudaranya yang disakiti, muslim yang malu jika ada saudaranya yang minta tolong tapi tidak mau menolongnya, dan muslim yang malu jika tidak mampu memaafkan kesalahan saudaranya sesama muslim.  Sebab harga diri seorang muslim tidak dilihat dari kesalahannya, pangkatnya, tetapi dari keimanannya dan ketaqwaannya kepada Allah swt.


Mari kita jaga harga diri kita sebagai muslim sejati, jangan sampai tercoreng citra Islam apalagi hal itu disebabkan oleh kita sendiri.