Selasa, 08 Desember 2015

Fenomena Dakwah di Era Modern

Kali ini blogger minta ijin memberanikan diri mengangkat tema tentang fenomena dakwah..
Baru-baru ini sama sama kita lihat pada tayangan pemberitaan media televisi bermunculannya masalah masalah yang dihadapi para ustadz ustadz kondang televisi mengenai prahara rumah tangga maupun masalah sosial lainnya yang pada waktu sebelumnya juga banyak menimpa para ustadz kondang televisi.
Pemberitaan tersebut juga menjadi kondang karena hampir setiap waktu mengisi rubrik pemberitaan di media televisi.
Sungguh memprihatinkan memang menjabat sebagai status ustadz menjadi publik pigur dan juga secara umum di mata masyarakat membawa citra agama.
Baiklah!.. mari kita kembali ke tema tentang fenomena dakwah itu sendiri.
Apa saja fenomena dakwah yang memprihatinkan tersebut?
Dakwah sebagai tontonan
Dakwah seharusnya sebagai tuntunan, dan bukan sebagai tontonan. Dai yang tampil menjadi tontonan memang akhirnya diminati, terutama oleh mereka yang hanya ingin mencari hiburan karena bisa ketawa ketiwi.
Dakwah berfungsi sebagai tuntunan. seorang dai harus menjadi suri teladan bagi obyek dakwahnya, memiliki akhlaqul karimah yang menghiasi hari harinya, sehingga antara ucapan dan perbuatannya seiring dan sejalan.
Ketika semangat dakwah sudah dimiliki bagi seorang dai untuk menuntun umat, maka sebelum dakwah itu disampaikan seorang dai sudah mengerjakan apa yang akan disampaikannya  kepada orang lain.
Dakwah sebagai profesi
Dakwah adalah kewajiban, bukan profesi.
Jadi dakwah sifatnya harus berlangsung setiap saat, dimanapun dan kapanpun. Seorang dai berdakwah bukan hanya diatas podium, tapi dirumah, pasar, jalan, kantor, majelis, pokoknya dimana saja. Setidaknya dia berdakwah dengan perilakunya.
Akan tetapi jika dakwah sebagai profesi maka seorang dai berdakwah hanya pada waktu dan " jam kerja" dakwah yang di pesan. Setelah itu selesai dan tak lagi memiliki kewajiban apapun di luar itu.
Dakwah untuk mencari keuntungan
Fenomena selanjutnya dakwah dijadikan bisnis untuk meraup keuntungan pribadi. Besarnya keuntungan dunia yang bisa didapatkan di zaman sekarang dengan jalan dakwah membuat pendakwah mengubah orientasi agung dakwah menjadi ajang mencari keuntungan seperti meminta tarif bayaran dakwah yang tinggi atau dengan modus pengobatan alternatif dengan biaya mahal.
Dakwah yang diperdagangkan tidak akan membekas dihati umat, tidak akan membawa keberkahan, tidak akan membawa perubahan.
Sangat berbeda jauh memang dengan dakwah yang dilakukan seorang dai di pelosok-pelosok desa. Mereka rela menempuh jarak yang jauh ke desa lainnya tanpa dijemput/ diganti biaya transport dan tanpa mengharap bayaran dakwah yang menguntungkan. Bahkan seorang dai rela menjadikan rumahnya yang kecil untuk menampung warga yang ingin belajar bahkan sekaligus memberi jamuan ala kadarnya kepada mereka tanpa ada unsur mencari keuntungan. Dakwah mereka dilandasi ke ikhlasan, bukan urusan untung rugi perniagaan atau bisnis.
Dakwah adalah kewajiban dan tuntunan yang penuh perjuangan dan pengorbanan, serta semata-mata hanya ingin mendapatkan keridhaan Allah SWT.
Sabda Nabi " Sampaikanlah dari KU (Rasullullah) walau hanya satu ayat" (HR. Bukhari).
Tetapi apa yang akan disampaikan harus benar-benar mengerti, memahaminya dan menguasainya serta mengamalkan dan mempraktikannya dalam sendi sendi kehidupan sehari hari. Jadi dakwah bukan sekehendak hati, yang penting orang senang, dan mendapatkan bayaran yang tinggi.

2 komentar: