Kamis, 26 November 2015

CERITA TENTANG MENJAGA HARGA DIRI SEBAGAI KEHORMATAN SEORANG MUSLIM




Suatu hari datang kehadapan khalifah Umar seorang pembunuh dengan maksud menyerahkan dirinya untuk diadili, karena telah membunuh seorang muslim.  Pengadilan pun digelar untuk menentukan hukuman yang akan dijatuhkan.  Setelah itu si pembunuh tersebut akhirnya mendapat vonis hukuman qisas.

Sebelum hukuman dilaksanakan, khalifah Umar bertanya kepada terhukum apa permintaan terakhirnya?

“Ijinkan saya pulang kekampung halaman saya. Saya hendak berpamitan kepada  seluruh keluarga saya serta membayar hutang-hutang saya”, kata terhukum.

Khalifah Umar mengabulkan permohonan terhukum karena masuk akal dan bisa diterima secara hukum.  Namun, karena kampung halaman terhukum letaknya cukup jauh, maka untuk meyakinkan dan memastikan dia harus mempunyai seorang penjamin yang akan menggantikan posisinya, yaitu di qisas, di khawatirkan nantinya kalau saja sampai si terhukum melarikan diri.

Lelaki terhukum pun bingung, “siapa yang akan menggantikan diri saya sebagai penjamin, sebab saya tidak mempunyai satu kelurgapun dikota ini” pikirnya dalam hati.  

Dengan pandangan sedih, dia menatap kerumunan orang yang hadir disitu. Sesaat tidak ada suara. Dan suasana pun menjadi hening seketika.  Namun tidak lama kemudian, keluarlah seorang lelaki paruh baya dari kerumunan orang.  Lelaki itu sudah tidak asing lagi di mata para hadirin, dia adalah Abu Dzar Al Gifari, salah satu sahabat Rasul.

“Saya siap jadi penjamin” kata Abu Dzar Al Gifari memecah keheningan suasana.  Kemudian Abu Dzar Al Gifari menandatangani surat perjanjian penjaminan.  Baru setelah itu, terhukum diperbolehkan pulang kampung selama tujuh hari.

Namun apa yang terjadi kemudian.....? Waktu berganti waktu, siang berganti malam, malam berganti siang, hari berganti hari, Sampailah pada hari yang telah ditentukan, akan tetapi terhukum belum juga tiba.  Orang-orang mulai panik dan ramai. Bahkan banyak yang menangis terisak-isak melihat Abu Dzar Al Gifari yang sama sekali tidak bersalah terlentang di papan eksekusi, siap dipenggal lehernya sebagai penjamin.  Sungguh amat disayangkan memang.  Semua mata menunduk.  Sementara banyak suara yang menghujat lelaki terhukum, sebagai orang yang tidak memiliki harga diri.  Suasanapun menjadi riuh tidak terkenali.

“ tunggu !!,” tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan. Nampak seorang lelaki berjalan sempoyongan dengan baju lusuh bercampur keringat debu.  Ternyata si terhukum.  Karena terhukum sudah datang maka Abu Dzar Al Gifari kemudian dibebaskan.

Hakim kemudian bertanya kepada terhukum, “mengapa kamu kembali ke madinah, padahal kamu dapat melarikan diri sejauh-jauhnya ?, Toh sudah ada orang yang menjadi penjaminmu ?”.

“ Benar saya bisa melarikan diri dan bebas dari hukuman, tetapi saya malu jika nanti tercatat dalam sejarah islam bahwa pernah ada seorang muslim ingkar janji untuk kepentingan dirinya, dan tidak mau menjaga harga diri sebagai muslim yang bertanggungjawab “. jawab lelaki itu.

Dalam kesempatan itu tidak ketinggalan hadir tiga anggota keluarga korban.  Awalnya mereka geram dan gembira bahwa pembunuh itu akan dihukum, namun setelah mendengar pengakuan yang tulus dari si terhukum, mereka menarik kembali tuntutannya kepada dewan hakim, mereka menyatakan “kami anggota keluarga dari korban telah memaafkan orang ini”.  Dan dewan hakimpun mengabulkannya.  Dan tentu saja Si terhukum pun menerimanya dengan sangat gembira karena bebas dari hukuman qisas.
 
Hakim kemudian bertanya kepada mereka “ mengapa kalian mencabut tuntutan hukuman orang ini, dan dengan mudah memaafkannya, padahal ia telah membunuh saudaramu ?”.

“ Tuan hakim sebagai muslim, kami punya harga diri. Kami malu jika  nanti dalam sejarah islam ada kejadian seorang muslim yang tidak mau memaafkan kesalahan saudaranya sesama muslim “, jawab mereka.

Sekarang giliran hakim bertanya kepada Abu Dzar Al Ghifari. “ Wahai Abu Dzar, mengapa engkau mau menjadi penjamin lelaki terhukum ini ?, Padahal engkau tidak mengenal sama sekali dan dia juga bukan keluargamu yang patut ditolong “.

“ Karena saya punya harga diri sebagai muslim, saya malu jika nanti sejarah islam mencatat ada seorang muslim yang sedang dalam kesulitan meminta jaminan tetapi tidak ada yang mau menolongnya “, jawab Abu Dzar Al Ghifari.

Maha besar Allah.  Begitulah muslim sejati.  Muslim yang menjunjung tinggi harga dirinya.  Muslim yang malu jika ada saudaranya yang disakiti, muslim yang malu jika ada saudaranya yang minta tolong tapi tidak mau menolongnya, dan muslim yang malu jika tidak mampu memaafkan kesalahan saudaranya sesama muslim.  Sebab harga diri seorang muslim tidak dilihat dari kesalahannya, pangkatnya, tetapi dari keimanannya dan ketaqwaannya kepada Allah swt.


Mari kita jaga harga diri kita sebagai muslim sejati, jangan sampai tercoreng citra Islam apalagi hal itu disebabkan oleh kita sendiri.

Jumat, 20 November 2015

CERITA PERDEBATAN ILMUWAN DAN ULAMA MENGENAI TUHAN





Ilmuwan terkenal edentik dengan kepintarannya bisa membuktikan semua perkara secara ilmiah.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kami akan menyajikan sebuah cerita tentang percakapan antara seorang Ilmuwan yang paling pintar dan selalu bisa membuktikan perkara secara ilmiah dengan seorang  Ulama  sederhana yang hampir tutup usia.

Berikut percakapan yang terjadi antara keduanya :

Ilmuwan           : Benar anda seorang ulama?...
Ulama              : Benar!
Ilmuwan           : Saya punya tiga pertanyaan untuk anda, bersediakah anda?...
Ulama              : Bila saya mampu Insyallah saya bersedia menjawabnya.
Ilmuwan           : Tapi ingat jika kamu gagal penghormatanku akan luntur terhadapmu!
Ulama              : Silakan apa pertanyaan anda!.
Ilmuwan           : Pertama, kalau tuhan itu memang ada tunjukkan wujudnya?...   
  Kedua, apakah yang dinamakan takdir?...
  Dan yang ketiga, kalau setan diciptakan dari api kenapa dimasukkan ke neraka yang juga terbuat dari api, hal itu pasti tidak menyakitkan bagi setan sebab mereka dari unsur yang sama.  Apakah tuhan tidak sampai berpikir sejauh itu?...

Tiba-tiba Ulama  itu menampar pipi sang Ilmuwan  dengan keras, tentu saja sang Ilmuwan  ini kaget dan marah, bukannya mendapat jawaban malah mendapat tamparan, dalam hatinya, Ilmuwan  berpikir pasti Ulama  itu tidak tahu jawabannya.

Ilmuwan           : Kenapa anda menampar saya? (dengan nada tinggi)
Ulama              : Tamparan tersebut adalah jawaban atas tiga pertanyaan anda!
Ilmuwan           : Lo! Kho bisa, jangan ngawur!!, saya tidak mengerti maksud anda!
Ulama              : Bagaimana rasanya ditampar?..
Ilmuwan           : Tentu saja sakit. Semua orang tahu itu!
Ulama              : Kalau begitu anda percaya bahwa sakit itu ada?..
Ilmuwan           : Ya tentu saja!
Ulama              : Kalau anda percaya bisakah anda tunjukkan wujud rasa sakit itu!..

Sang Ilmuwan bingung dan terdiam tidak bisa menjawab pertanyaan ulama.

Ulama              : Itulah jawaban dari pertanyaan pertama anda.  Kita semua merasakan 
  kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.
Ilmuwan           : Terus pertanyaan yang kedua?..
Ulama              : Apakah tadi malam anda bermimpi akan saya tampar?..
Ilmuwan           : Tidak sama sekali!..
Ulama              : Dan apakah terpikir oleh anda bahwa akan mendapat tamparan dari 
                          saya hari ini ?..
Ilmuwan           : Sama sekali tidak!..
Ulama              : Itulah yang dinamakan takdir.  Kita tidak pernah tau apa yang  
  akan terjadi kepada kita semenit, sejam, sehari, sebulan, setahun 
  kemudian.
Ilmuwan           : Lalu pertanyaan yang ketiga?..
Ulama              : Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?...
Ilmuwan           : Kulit!..
Ulama              : Terbuat dari apa pipi anda?...
Ilmuwan           : Kulit juga!..
Ulama              : Lalu bagaimana rasanya tamparan tadi?..
Ilmuwan           : Sakit!.
Ulama              : Sama seperti Setan. Meski terbuat dari api sebagaimana neraka, tetap 
  akan merasakan  sakit.  Bagaimana!, saya sudah menjawab pertanyaan 
 anda.

Sang Ilmuwan mengangguk tanda mengerti.  Ia membenarkan semua jawaban dari Ulama.
Sang Ilmuwanpun bersahabat dengan Ulama dan lebih menyadari bahwa Allah lah sumber sekaligus pemilik pengetahuan sejati.  Dan itu bisa dicapai dengan mempertebal iman.

Kamis, 12 November 2015

CERITA LUCU ISTERI TIDAK PENGERTIAN DI GUGAT CERAI SUAMI TERCINTA


Eko  maryandi berniat menceraikan isterinya yang bernama oke maryana, dia mengirim surat pengajuan gugatan cerai ke pengadilan agama. Setelah pengadilan agama menerima surat tersebut, selang beberapa hari dia di panggil ke pengadilan.
Maka terjadilah dialog antara Hakim  dan Eko  maryandi di pengadilan.
Hakim  : " benar anda mau menceraikan isteri anda?... "
Eko  : " benar pak !!!.. "
Hakim  : "sudah anda pikirkan masak- masak?... "
Eko  : "Sudah pak!,.. hampir tiap malam saya pikirkan."
Hakim  : " berarti anda tidak akan menyesal nantinya?..."
Eko  : "sama sekali tidak menyesal !!!.."
Hakim  : "kenapa anda mau menceraikan isteri anda...?"
Eko  : "saya sudah tidak tahan lagi dengan tingkah laku isteri saya, hampir tiap malam isteri saya keluyuran di diskotik "
Hakim  : " isteri anda mabuk mabukan?.."
Eko  : "tidak pak !!!"
Hakim  : " isteri anda suka berdansa,On serta dugem?..."
Eko  : "eemm...nggak juga pak!!"
Hakim  : " laa..trus isteri anda selingkuh dan ketahuan?..."
Eko  : " eemm..emm...nggak..ngak pak !!"
Hakim  : " jadi apa yang dilakukan isteri anda keluyuran tiap malam di diskotik?..."
Eko  : " isteri saya tiap malam keluyuran di diskotik nyari nyari saya pak!!..
(lalu palu yang biasa dipakai pak Hakim dilemparkan kearah Eko. Dan kembali si Eko yang balik menanyai pak Hakim.).
Eko  : " loo..! kenapa bapak melempar saya!"
Hakim  : " jangankan isteri anda yang mencari cari anda! palu saya saja mencari orang seperti anda untuk di ketuk kepalanya!!"( jawab Hakim  dengan kesal).

Perceraian adalah perkara halal yang paling dibenci oleh Allah.  Perceraian dipilih ketika dibutuhkan
saja, yaitu apabila mempertahankan pernikahan akan mengakibatkan mudharat yang lebih besar.
Dan jika tidak sangat diperlukan maka perceraian menjadi makruh karena mengakibatkan bahaya yang tidak bisa ditutupi.

Cerita ini hanya bersifat fiktif belaka, jika terjadi kesamaan nama, cerita, tempat dan kejadian hanya bersifat kebetulan saja. Admin tidak bertanggung jawab.

Senin, 09 November 2015

Daun Pepaya Bisa Mengusir Hama Belalang dan Ulat Putih


Hama belalang dan juga ulat putih merupakan hama yang sering memakan daun-daun yang masih muda pada tanaman sayur.
Kalau tanaman sudah diserang, maka harus dibasmi dengan pestisida.  Untuk tanaman sayuran yang cukup luas bisa menggunakan pestisida kimia, Namun jika tanamannya tidak terlalu luas atau hanya dalam beberapa polybag maka dapat mencari alternatif lain yaitu dengan menggunakan pestisida yang terbuat dari bahan alami seperti biopestisida dari daun pepaya yang sangat ampuh membasmi hama tanaman. Cara membuat dan menggunakannya relatif mudah.  Berikut cara membuatnya :
Ø  Ambil 1 kg daun pepaya yang sudah tua, kemudian tumbuk hingga halus.
Ø  Larutkan ke dalam 1 liter air, dan diamkan campuran selama 2 hari.
Ø  Setelah perendaman selama 2 hari, saring airnya dan pestisida dari daun pepaya siap digunakan.
Dan cara menggunakannya cukup menyemprotkan cairan tersebut pada tanaman.
Pestisida ini sangat aman dan ramah sekali terhadap lingkungan. Mengkonsumsi sayuran pun jadi tidak was-was lagi.

Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua, selamat mencoba dikebun mungil anda......

Jumat, 06 November 2015

Burung Pembawa Hikmah




Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham berbincang-bincang dengan salah seorang muridnya dalam tasawuf yang bernama Syaqiq al Bakhi.
 Ibrahim lalu bertanya kepada sangmurid, “apa pekerjaanmu sebelum menjadi muridku ?”
“saya seorang pengusaha dari Balkh, Tapi karena tertarik pada tasawuf saya tinggalkan bisnis saya” jawab Syaqiq.
Ibrahim bertanya,” kenapa kamu tinggalkan bisnismu kemudian menjadi pengikutku ?”
“Pada saat menjadi pengusaha, saya selalu dilanda gelisah, resah, dan merasa dalam kondisi ketidakpastiaan tentang masa depan usaha saya.  Sampai pada suatu ketika saya berada di daerah padang pasir yang jauh dari keramaian, saya melihat seekor burung yang jatuh karena sayapnya patah.  Maka saya menjadi terharu, iba dan kasian dan dalam hati berpikir pastilah nantinya burung itu akan mati karena tidak bisa mencari makan ” Jawab Syaqiq.
 “tidak lama kemudian tiba-tiba datang seekor burung lain yang terbang dan menghampiri burung yang patah sayap tadi, diparuhnya ada makanan, lalu dijatuhkannya makanan itu untuk burung yang patah tadi lalu terbang lagi. Lanjut Syaqiq.
Dalam benak hati saya berkata” Burung yang patah sayap saja masih mendapat makanan dan bisa melanjutkan hidupnya dalam kondisi apapun, tentu manusia lebih dari itu.” Terang Syaqiq lagi.
Ibrahim pun langsung menjawab “ Syaqiq, mengapa engkau hanya berpikir menjadi burung yang patah sayap itu, sementara engkau tidak berpikir untuk menjadi burung yang terbang dan memberikan makanan kepada sesamanya yang kelaparan dan membutuhkan”.
Sang guru pun memberi nasihat “ seharusnya engkau berusaha menjadi burung yang memberikan makanan itu, sebab umat islam dianjurkan menjadi umat yang produktif.